Seberapa perlu memisahkan antara kehidupan pribadi dengan kehidupan profesionalisme?
Beberapa kali pernah aku dapati saran yang meyampaikan,
"Menjalani pekerjaan atau dunia kerja buatlah menjadi bagian kehidupan kita, jadi kita engga merasa capek. Sebab memang itu bagian kehidupan kita, jadi kita akan sangat bisa menikmati pekerjaan itu."
atau juga ada yang memiliki pendapat
"Dunia kerja ya dunia kerja, beda dengan kehidupan kita"
Ya, tentu keduanya menurutku engga ada benar dan engga ada salahnya. Bahkan bisa keduanya benar, dan keduanya salah. Pemahaman terhadap kalimat tersebut tergantung dari kamu yang memang memahaminya seperti apa. Memahami pendapat orang lain, itu juga sangat tergantung pada penguasaan literasi, seberapa banyak wawasan yang dimiliki dan juga bagaimana pengalaman yang dijalani.
Jadi memang tidak bisa kita simpulkan jika demikian maka tentu menjadi demikian.Untuk itu bagiku perlu sekali kita mellihat dari berbagai sudut pandang, dan perkaya diri dengan wawasan, pengetahuan, dan juga pengalaman. Sehingga tidak sesederhana itu menyimpulkan gagasan atau pendapat orang lain.
Bagiku, seberapa perlukah memisahkan antara kehidupan pribadi dengan kehidupan profesinalisme? Tentu tergantung konteks nya juga. Dalam konteks kejiwaan diri. Sangat Perlu! untuk memisahkan keduanya.
Namun, untuk konteks proses pelaksanaan pekerjaan dan berkarya-nya, yang setiap harinya kita lakukan serta upayakan, perlu disadari bahwa hal itu mejadi bagian dari kehidupan. Bahwa dalam mengisi usia kehidupan ini, aktivitas yang dilakukan adalah berkarya dengan penuh upaya terbaik. Jika tidak menyadari itu menjadi bagian kehidupan, menurutku akan kesulitan bisa berkarya dengan upaya yang luar biasa.
Untuk tulisan kali ini, aku mau fokus ke konteks kejiwaan diri.
"Sangat perlu dipisahkan antara (rasa) pribadi dengan profesionalisme", bukan hal yang mudah bagiku. Dalam perjalanan karier selama 15 tahun, sepertinya baru 1 sampai 2 tahun terakhir ini aku mulai untuk mendalami perihal batasan dan pemisahan kejiwaan dalam pribadi dan profesionalisme. Dan mulai berlatih untuk itu.
Cenderung terlambat sadar! Namun lebih baik dari pada tidak sadar-sadar. -_-'
Terlalu berbahaya jika aku tidak segera sadar akan hal itu. Aku bersyukur untuk hal ini, meski (mungkin) termasuk kategori terlambat. Saat dulu aku beranggapan bahwa segala upaya karya yang dilakukan di dunia profesionalisme korporasi, adalah satu keterhubungan utuh dengan diriku, dengan jiwaku, dengan rasaku, dengan segala hal utuh tentang aku. Apalagi jika korporasi tempat kita berkarya menganut budaya kekeluargaan, yang seolah - olah rumah ke-dua (atau mungkin bisa jadi diharapkan tempat berkarya di kantor mengalahkan rumah utama, hahah, parah sih ini!). Budaya kekeluargaan itu menjadikan bias terhadap pemisahan antara keutuhan jiwa diri dan pekerjaan atau karya-karya profesionalisme itu sendiri. Hingga dibuat bias dan jika tidak paham batasan pemisahan itu, sungguh membahayakan. Sungguh! Kembali diriku tidak akan dapat berdaulat dengan diriku sendiri.
Merasa bersalah jika tidak dapat merespon rekan kerja dan atasan saat waktu yang memang sewajarnya adalah waktu untuk pribadi. Merasa terpuruk saat apa yang diharapkan atasan tidak dapat kita penuhi. Merasa masa depan menjadi gelap dan terhenti seketika itu, saat tidak dapat mencapai apa yang diharapkan oleh manajemen atau atasan, dan diperparah dengan sindiran - sindiran negatif dan tidak sehat. Yang semakin membuat diri semakin kerdil dan tak berarti. Dan sampai adakalanya terpikir;
Ooohhh apakah seperti ini saja arti hidup dan lingkup dunia yang Tuhan telah Cipta? Tak berartinya diri ini, ooohhh !
Dan ini aku dulu seperti itu, ha hahah. Parah sih.
Berproses 1 sampai 2 tahun ini, bagiku sudah tidak seperti itu tentunya jika dapat dengan sadar penuh atas batasan diri dan profesionalisme. Masih banyak sekali hal diluaran yang luar biasa keren. Bahkan bisa saja sebenarnya upaya - upaya terbaik yang sudah kita lakukan itu malah lebih bisa menjadikan dampak lebih. Hanya saja bias - bias itu lah yang kemudian menjadikan pandangan kita tak nampak jelas. Sehingga perlulah dibuat batasan yang jelas.
Jiwaku, pribadiku adalah milikku sepenuhnya. Sekalipun aku saat ini menjadi bagian diri karier profesionalisme di suatu organisasi atau korporasi, itu adalah bagian dari kehidupanku, memang. Hanya saja tidak dengan jiwaku, pribadiku dan diriku yang utuh, Melainkan hanya sedikit bagian dari karier dan aktualisasi potensi diri yang memang perlu aku pertanggung jawabkan tentunya.
Batasan |
Posting Komentar untuk "Seberapa perlu memisahkan antara kehidupan pribadi dengan kehidupan profesionalisme?"